Kesehatan Reproduksi Remaja
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan social dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya. Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya,
- Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi,
- Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS
- Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial.
Kehamilan remaja kuran dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-35 tahun. Beberapapenelitian dalam skala kecil tentang remaja memberikan gambaran tentang prilaku reproduksi kelompok populasi berumur 10-19 tahun yag belum menikah. Pusat PenelitianKesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung (1997), dan menunjukan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan seksual. Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13-19 tahun di Jawa Barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5% remaja puteri di Jawa Barat dan Bali mengakui pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarya, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan tidak dikehendaki dan telah melakukan hubungan seksual tindakan pengangguran disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya berusia dibawah 22 tahun. Dari data PKBI Sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum mengakui kebanyakan melakukannya melakukannya pertama kali pada usia antara 15-18 tahun.
Keadaan di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa derajat kesehatan fisik remaja belum optimal. Sekitar 35% remaja puteri menderita anemia dan sebagian diantaranya juga menderita kurang energi kronis (KEK). Hal ini menunjukan ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan di kemudian hari.
Keadaan merisaukan lainnya yang sulit dipisahkan dari kesehatan reproduksi remaja adalah meningkatnya masalah ketergantungan napza (narkotika, psikhotropika dan zat adiktif lainnya, termasuk merokok) pada remaja. Ketergantungan napza ini sering diikuti dengan hubungan seksual diluar nikah, dengan berganti-ganti pasangan, sehingga meningkatkan resiko penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, sementara pemakaian alat suntik secara bergantian juga menimbulkan risiko tersebut.
Kesehatan Reproduksi Remaja
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh lembaga Swadaya masyarakat di kota-kota besar. Fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan dasar belum banyak menyediakan pelayanan tersebut, sehingga remaja belum mendapat bekal pengetahuanyang cukup untuk menjalani perilaku reproduksi sehat. Mereka belum sepenuhnya mengetahui cara melakukan kegiatan promotif dan preventif dalam kesehatan reproduksi remaja